Cara Memilih Saham untuk Pemula

Biar Nggak Rugi, Ini Cara Memilih Saham untuk Pemula

Karin Hidayat
Karin Hidayat
April 24, 2025
Biar Nggak Rugi, Ini Cara Memilih Saham untuk Pemula

Investasi saham itu peluang cuan yang menarik, tapi juga punya risiko yang nggak bisa diabaikan. Apalagi buat kamu yang baru mulai, penting banget ngerti cara memilih saham untuk pemula agar tidak rugi. Salah langkah, bisa-bisa uang kamu malah menguap. Nah, artikel ini akan bantu kamu memahami langkah-langkah praktis dan strategi dasar agar kamu bisa lebih percaya diri saat mulai investasi saham. 

Kesalahan Umum Pemula Saat Memilih Saham

Sebelum kita bahas caranya, kenali dulu kesalahan umum biar kamu bisa menghindarinya:

  • Asal ikut-ikutan: Dengar saham X lagi naik, langsung beli tanpa tahu apa-apa.
  • Nggak tahu tujuan investasi: Investasi tanpa rencana cuma bikin galau saat harga turun.
  • Langsung masuk ke saham gorengan: Iming-iming cepat kaya bikin lupa risiko.
  • Nggak belajar dulu: Beli saham tapi nggak ngerti perusahaannya ngapain.

Cara Memilih Saham untuk Pemula agar Tidak Rugi

investasi saham memang menjanjikan keuntungan besar, tapi juga punya risiko. Nah, supaya kamu nggak asal beli dan malah buntung, ada beberapa hal penting yang perlu kamu pahami dulu. Artikel ini bakal bantu kamu memilih saham dengan bijak, terutama buat kamu yang masih pemula.

  1. Pahami Tujuan Investasi Kamu

Sebelum beli saham, penting banget buat tanya ke diri sendiri: “Kenapa sih aku mau investasi saham?” Jawaban dari pertanyaan ini akan jadi fondasi strategi investasi kamu. Coba pikirkan:

  • Apakah kamu ingin investasi buat jangka pendek (1–2 tahun), menengah (3–5 tahun), atau panjang (di atas 5 tahun)?
  • Apakah tujuanmu untuk dana pensiun, beli rumah, atau mungkin tabungan pendidikan anak?
  • Seberapa besar risiko yang siap kamu tanggung? Kalau harga saham turun 10–20%, kamu masih bisa tidur nyenyak?

Menentukan tujuan akan bantu kamu memilih jenis saham yang sesuai (agresif atau stabil), menentukan alokasi modal, dan mengatur ekspektasi hasil. Misalnya, kalau kamu butuh uang dalam waktu dekat, maka investasi di saham berisiko tinggi jelas bukan pilihan tepat.

  1. Fokus ke Saham Blue Chip

Buat pemula, langkah paling aman adalah mulai dari saham blue chip. Ini adalah saham dari perusahaan besar, mapan, dan punya reputasi baik di pasar. Contohnya seperti BCA, BRI, Telkom, Unilever, Indofood, dan sejenisnya. Kenapa saham blue chip cocok untuk pemula?

  • Perusahaan teruji: Mereka sudah lama beroperasi dan tahan terhadap krisis ekonomi.
  • Risiko relatif rendah: Harga saham cenderung stabil dan nggak terlalu fluktuatif.
  • Pembagian dividen: Banyak saham blue chip yang rutin bagi dividen ke pemegang saham.

Dengan memilih blue chip, kamu punya fondasi yang kuat sebelum mencoba saham yang lebih menantang.

  1. Pelajari Fundamental Perusahaan

investasi saham bukan soal ikut-ikutan. Kamu harus tahu apa yang kamu beli. Salah satu cara memilih saham bagus adalah dengan melihat fundamental perusahaan. Hal-hal penting yang bisa kamu pelajari antara lain:

  • Laporan keuangan: Perusahaan untung atau rugi?
  • Pendapatan dan laba bersih: Apakah terus tumbuh dari tahun ke tahun?
  • Jumlah utang: Jangan pilih perusahaan dengan beban utang terlalu tinggi.
  • Prospek industri: Apakah bisnisnya punya masa depan atau justru mulai ditinggalkan?

Biar nggak bingung, kamu bisa pakai rasio keuangan sederhana seperti:

  • PER (Price to Earnings Ratio): Semakin rendah, biasanya semakin murah valuasinya.
  • ROE (Return on Equity): Semakin tinggi, berarti perusahaan makin efisien menghasilkan laba.
  • DER (Debt to Equity Ratio): Semakin kecil, berarti utangnya lebih sehat.
  1. Pelajari Fundamental Perusahaan

“Jangan taruh semua telur di satu keranjang.” Prinsip ini juga berlaku saat kamu investasi saham. Diversifikasi artinya menyebar uang kamu ke beberapa jenis saham dan sektor industri. Tujuannya biar kalau satu saham turun, kamu masih punya “pegangan” lain. Contoh sederhana:

  • 40% saham perbankan: Misalnya BCA atau BRI
  • 30% sektor konsumsi: Seperti Unilever atau Indofood
  • 20% teknologi: Misalnya Telkom
  • 10% sektor energi: Contohnya PGAS atau MEDC

Dengan begini, portofolio kamu jadi lebih tahan terhadap guncangan pasar dan kamu nggak panik kalau satu sektor lagi turun.

  1. Jangan Tergoda Saham Gorengan

Pernah dengar istilah “saham gorengan”? Ini sebutan buat saham yang harganya naik-turun ekstrem dalam waktu singkat, biasanya karena spekulasi, rumor, atau permainan “bandar”. Ciri-ciri saham gorengan:

  • Perusahaan kecil dan kurang dikenal
  • Volume transaksi rendah, tapi harganya bisa melonjak drastis
  • Nggak punya fundamental yang kuat

Buat pemula, hindari saham gorengan. Sekali kamu masuk, kamu bisa kehilangan uang dengan cepat. Mending main aman dulu sampai kamu benar-benar paham cara kerja pasar saham.

Memilih saham itu bukan tebak-tebakan atau sekadar ikut tren. Kamu perlu strategi, pengetahuan dasar, dan kebiasaan yang disiplin. Mulai dari menentukan tujuan, fokus ke saham blue chip, pelajari fundamental, diversifikasi portofolio, dan hindari saham gorengan.

Kapan Waktu Terbaik untuk Beli Saham?

Pertanyaan ini sering banget muncul, apalagi dari para pemula: “Kapan sih waktu yang tepat buat beli saham?” Jawaban sederhananya: saat kamu sudah siap dan ngerti risikonya. Tapi mari kita bahas lebih dalam biar kamu nggak cuma menunggu, tapi juga tahu kapan harus mulai action.

  1. Saat Kamu Sudah Siap Mental dan Finansial

Waktu terbaik untuk beli saham bukan cuma soal pasar naik atau turun, tapi kesiapan dirimu sendiri:

  • Apakah kamu sudah punya dana darurat?
  • Sudah paham kalau investasi saham bisa naik-turun?
  • Nggak pakai uang kebutuhan harian buat beli saham?

Kalau semua jawaban “ya”, artinya kamu sudah punya pondasi yang kuat. Saham itu bukan jalan pintas buat cepat kaya, tapi alat bantu buat mencapai tujuan finansial jangka menengah hingga panjang.

  1. Saat Harga Saham Sedang Terkoreksi (Tapi Bukan Anjlok karena Masalah Berat)

Dalam dunia saham, istilah “koreksi” berarti harga saham sedang turun sementara karena pasar lagi rehat atau mengambil napas. Nah, momen koreksi ini sering jadi waktu ideal buat beli, karena kamu bisa dapetin harga yang lebih murah dari biasanya.

Tapi hati-hati, koreksi beda dengan penurunan karena fundamental perusahaan memburuk. Kalau perusahaan lagi rugi besar, ada kasus hukum, atau industri-nya mulai ditinggalkan, justru itu sinyal untuk waspada, bukan beli.

  1. Saat Valuasi Saham Sedang Murah (Contoh: PER Rendah)

Valuasi itu ibarat harga sebenarnya dari sebuah saham. Salah satu indikator sederhana yang bisa kamu cek adalah PER (Price to Earnings Ratio).

  • PER rendah: Bisa jadi saham tersebut sedang undervalued alias murah secara fundamental.
  • PER tinggi: Bisa jadi saham sedang mahal, atau pasar sangat optimis terhadap masa depan perusahaan.

Tapi jangan cuma lihat angka. Bandingkan PER saham tersebut dengan:

  • PER perusahaan sejenis di sektor yang sama
  • Rata-rata PER historisnya

Kalau kamu nemu saham bagus dengan PER yang rendah, itu bisa jadi momen menarik untuk mulai beli.

  1. Saat Ada Sentimen Positif di Sektor Tertentu

Sentimen pasar itu penting. Kadang harga saham naik bukan karena laporan keuangan, tapi karena ada berita atau kejadian eksternal yang memengaruhi sektor tersebut. Contohnya:

  • Pemerintah mengumumkan insentif untuk sektor energi terbarukan: saham energi bisa naik.
  • Tren belanja online meningkat: saham e-commerce atau logistik bisa terdongkrak.
  • Suku bunga turun: saham perbankan biasanya diuntungkan.

Memahami sentimen ini bisa bantu kamu memilih momen masuk yang tepat, apalagi kalau kamu sudah punya watchlist saham yang kamu incar.

  1. Jangan Nunggu Momen “Sempurna”

Banyak orang gagal mulai investasi karena terjebak nunggu waktu terbaik. Padahal kenyataannya, nggak ada momen yang benar-benar sempurna.

Pasar saham itu fluktuatif. Kalau kamu terus menunggu harga lebih turun atau lebih naik, kamu bisa kehilangan kesempatan buat belajar dan berkembang. Lebih baik mulai sekarang dari nominal kecil, sambil terus belajar. Contohnya:

  • Mulai beli saham dengan Rp100.000-500.000
  • Pilih saham blue chip yang stabil
  • Gunakan aplikasi seperti FINETIKS untuk bantu catat transaksi, pantau portofolio, dan evaluasi kinerja investasi kamu

Waktu terbaik untuk beli saham bukan soal timing pasar, tapi kesiapan kamu sebagai investor. Kamu bisa pertimbangkan momen teknikal seperti koreksi harga, valuasi murah, atau sentimen positif. Tapi yang paling penting adalah mulai dari sekarang, dengan strategi yang tepat dan disiplin belajar.

Kalau kamu butuh bantuan mencatat, memantau, dan merencanakan investasi, coba aja aplikasi keuangan seperti FINETIKS. Kamu bisa budgeting, pantau keuangan dan investasi kamu dari satu tempat. Download aplikasinya GRATIS di App Store dan Google Play sekarang!

Finetiks blog mascot
Butuh bantuan untuk tetap mengontrol pengeluaran Anda? Yuk, periksa aplikasi perencana keuangan gratis kami, FINETIKS. Temukan cara terbaik untuk melacak semua pengeluaran dan tabungan Anda di satu tempat saja!

Langganan newsletter FINETIKS sekarang dan dapatkan notifikasi untuk setiap inspirasi baru tentang keuangan!
Thank you! Your submission has been received!
Oops! Something went wrong while submitting the form.

Artikel Terkini