Buat kamu yang baru mulai tertarik investasi, saham mungkin terdengar seperti hal besar yang rumit. Padahal, kalau dijelaskan dengan bahasa yang simpel, saham itu sebenarnya nggak serumit itu kok. Nah, di artikel ini kamu bakal belajar apa itu saham dan bagaimana cara kerjanya, termasuk kenapa orang bisa cuan (atau rugi) dari saham.
Saham adalah tanda kepemilikan seseorang terhadap sebuah perusahaan. Saat kamu beli saham, kamu sebenarnya sedang membeli “sebagian kecil” dari perusahaan tersebut.
Misalnya, kamu beli saham PT XYZ, maka kamu jadi salah satu pemilik (meskipun kecil banget) dari perusahaan itu. Kalau perusahaan untung, kamu juga berpotensi dapat bagian keuntungannya. Sederhananya:
Investasi saham semakin populer, apalagi di kalangan anak muda. Banyak yang mulai tertarik karena saham dianggap sebagai cara “naik kelas” dalam hal pengelolaan keuangan. Tapi, apa sih sebenarnya yang bikin saham begitu menarik?
Nggak bisa dipungkiri, salah satu alasan utama banyak orang ingin investasi saham adalah peluang keuntungannya yang tinggi. Imbal hasil saham bisa jauh lebih besar dibandingkan produk keuangan tradisional seperti tabungan atau deposito. Bahkan, beberapa saham tertentu bisa naik puluhan persen dalam waktu setahun. Tapi ingat, di balik potensi untung besar juga ada risiko yang harus dipahami.
Saham tergolong aset likuid, artinya, bisa kamu jual kapan pun selama pasar saham masih buka. Ini penting banget buat investor yang ingin fleksibilitas dan akses cepat terhadap dana. Dibandingkan properti yang butuh waktu lama untuk dijual, saham bisa dicairkan dalam hitungan menit lewat aplikasi sekuritas.
Kalau dulu investasi saham identik dengan orang kaya, sekarang udah nggak lagi. Kamu bisa beli saham mulai dari Rp100.000-an aja. Bahkan banyak platform sekarang yang memungkinkan pembelian saham secara fraksional, jadi kamu bisa punya sebagian kecil dari satu lot saham tanpa harus nunggu gaji gede dulu.
Salah satu hal paling menarik dari saham adalah sensasi jadi “pemilik” perusahaan besar. Misalnya, kalau kamu punya saham BCA, Telkom, atau Unilever, secara nggak langsung kamu adalah bagian dari pemilik perusahaan tersebut. Meski cuma punya sebagian kecil, kamu tetap berhak atas pembagian dividen (kalau ada), dan bisa ikut dalam pertumbuhan perusahaan jangka panjang.
Investasi saham juga ngajarin kamu soal kesabaran dan perencanaan keuangan jangka panjang. Nggak semua saham langsung naik dalam semalam. Tapi kalau kamu riset dengan baik dan disiplin, potensi pertumbuhannya bisa jadi tabungan masa depan yang menjanjikan.
Beberapa perusahaan rutin membagikan dividen setiap tahun. Ini artinya, kamu bisa dapat “bonus” tahunan dari saham yang kamu punya, tanpa harus jual. Kalau portofoliomu tumbuh, dividen ini bisa jadi salah satu sumber passive income.
Intinya, saham bukan cuma soal “untung cepat”, tapi juga tentang jadi bagian dari pertumbuhan ekonomi dan melatih kedewasaan finansial. Tapi sebelum mulai, penting banget buat belajar dulu dan pahami risikonya. Dan pastikan juga keuanganmu sudah cukup stabil untuk mulai investasi, ya!
Tenang, kamu nggak harus jadi lulusan ekonomi atau kerja di bank dulu buat mulai investasi saham. Zaman sekarang, siapa pun bisa belajar dan mulai investasi, bahkan dari nol. Kuncinya adalah mau belajar, disiplin, dan tahu langkah awal yang tepat. Yuk, kita bahas satu per satu langkahnya!
Langkah pertama sebelum bisa beli saham adalah membuka akun di perusahaan sekuritas atau broker saham, seperti Ajaib, Bibit, IndoPremier, BNI Sekuritas, dan lainnya. Di sana, kamu akan diminta membuka Rekening Dana Nasabah (RDN).
RDN ini fungsinya seperti “rekening khusus” yang digunakan buat transaksi saham. Jadi, setiap kali kamu mau beli atau jual saham, uangnya akan masuk dan keluar dari RDN ini. Proses pendaftarannya juga gampang kok, bisa online dan biasanya hanya butuh KTP, NPWP (kalau ada), dan tanda tangan digital.
Jangan langsung asal beli saham ya. Luangkan waktu buat belajar dasar-dasarnya dulu supaya kamu tahu apa yang sedang kamu beli. Beberapa hal penting yang perlu kamu pelajari antara lain:
Banyak sumber gratis buat belajar ini: YouTube, podcast finansial, blog edukasi, sampai fitur edukasi di aplikasi keuangan seperti FINETIKS. Jadi, nggak ada alasan buat nggak belajar dulu.
Nggak usah langsung investasi jutaan rupiah. Sebagai pemula, lebih baik mulai dari nominal kecil dulu, misalnya Rp100.000-500.000. Gunakan momen awal ini sebagai waktu belajar. Coba beli saham dari perusahaan yang kamu kenal, seperti sektor perbankan, telekomunikasi, atau barang konsumsi (consumer goods). Biasanya perusahaan besar ini lebih stabil dan punya risiko lebih rendah dibanding saham-saham yang fluktuasinya ekstrem.
Supaya kamu nggak ketinggalan informasi dan bisa lebih teratur, gunakan aplikasi yang bisa bantu kamu pantau pergerakan saham dan portofolio investasi. Aplikasi seperti ini biasanya punya fitur-fitur seperti:
Saham bukan alat buat cepat kaya. Kamu perlu punya tujuan keuangan yang jelas, supaya investasi kamu lebih terarah dan kamu nggak gampang panik kalau harga saham turun. Beberapa contoh tujuan investasi yang bisa kamu pertimbangkan:
Dengan punya tujuan, kamu jadi lebih sabar dan nggak tergoda jual saham buru-buru. Kamu akan lebih siap menghadapi fluktuasi pasar karena tahu tujuanmu masih jauh di depan.
Investasi saham bukan tanpa risiko. Sebelum nyemplung, kamu wajib tahu risikonya:
Investasi saham itu nggak serumit yang dibayangkan, asal kamu mau belajar dan mulai dari langkah kecil. Jangan tergoda cuan instan. Fokus dulu ke ilmunya, kelola risiko, dan konsisten. Ingat, investasi itu maraton, bukan sprint.
Dan supaya makin gampang kelola keuangan dan investasi, kamu bisa pakai aplikasi seperti FINETIKS. Kamu bisa budgeting, pantau keuangan dan investasi kamu dari satu tempat. Download aplikasinya GRATIS di App Store dan Google Play sekarang!