Kamu pernah mengalami gimana rasanya ketika mau bertemu seseorang, tapi orang itu juteknya bukan main sama kamu? Nah, ada kejadian nyata dialami oleh seorang pejuang BPS (Badan Pusat Statistik), ketika melakukan survei ke warga setempat. Kejadian ini dirasakan oleh pegawai dan mitra BPS saat mengumpulkan data di beberapa wilayah Indonesia atau yang dikenal sebagai “negeri konoha”.
Dari kisah yang dibagikan dari situs BPS, ada kejadian yang bikin mengelus dada. Jadi, di daerah Bima, Nusa Tenggara Barat, ada seorang pejuang data (perwakilan BPS) yang ingin melakukan survei terhadap warga setempat. Tujuannya hanya satu: bisa menghasilkan data statistik yang berkualitas, tepercaya, dan akurat.
Namun, di tengah perjuangan tersebut, sang pejuang BPS mengalami respon kurang menyenangkan dari warga atau responden yang sedang dilakukan pendataan. Begini percakapannya:
Mungkin kamu dan orang-orang sekitar punya pertanyaan, “ngapain sih BPS melakukan survei, pendataan, bikin statistik, dan lain-lain?”. Jadi, kalau menurut Undang-undang (UU) RI Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, mengatur bahwa setiap penyelenggara pelayanan publik berkewajiban untuk melaksanakan evaluasi terhadap kinerja pelaksana pelayanan publik.
Nah, salah satu bentuk evaluasi ini adalahberupa penyelenggaraan Survei Kepuasan Masyarakat (SKM) yang diatur dalam PermenpanRB Nomor 14 Tahun 2017. Jadi, peran BPS adalah menyelenggarakan SKM secara rutin tiap tahun yang dikumpulkan ke dalam Survei Kebutuhan Data (SKD).
Selain mencari tingkat kepuasan konsumen terhadap pelayanan data BPS, tujuan survei lainnya adalah menampilkan kebutuhan data dan tingkat kepuasan konsumen terhadap kualitas data yang dihasilkan BPS.
Jadi, tim survei SUSENAS yang merupakan survei yang dirancang untuk mengumpulkan data sosial kependudukan, memiliki tugas yang relatif sangat luas. Tugas mereka mesti mengumpulkan data di bidang pendidikan, kesehatan/ gizi, perumahan, sosial ekonomi lainnya, kegiatan sosial budaya, konsumsi atau pengeluaran dan pendapatan rumah tangga, perjalanan, hingga pendapat masyarakat mengenai kesejahteraan rumah tangga.
Intinya, pendataan ini bertujuan agar kita semua bisa saling membantu dan menjadi acuan pemerintah dalam memberikan bantuan atau subsidi.
Baca Juga: Investasi Emas: Kilauan Masa Depan di Tengah Gaya Hidup Kekinian
Kalau kamu pernah dengar dua kata barusan, ternyata ada penjelasan yang bisa mencerahkan, lho. Kita mulai dari sensus dulu ya! Sensus sendiri adalah penjumlahan lengkap terhadap seluruh unit populasi yang menjadi objek pengamatan pada suatu wilayah.
Contohnya nih, ada kegiatan yang sering dilakukan BPS seperti sensus penduduk, sensus pertanian, dan sensus ekonomi. Nah, tiga kegiatan sensus tersebut diadakan setiap 10 tahun sekali. Di mana, sensus penduduk terakhir dilaksanakan pada 2020 atau setiap tahun yang berakhiran angka ‘0’, sensus pertanian yang dilaksanakan pada 2023 atau di tahun yang berakhiran angka 3, dan sensus ekonomi yang akan dilaksanakan pada 2026 atau di tahun yang berakhiran angka ‘6’.
Sedangkan survei adalah penjumlahan yang dilakukan hanya pada sebagian dari populasi yang menjadi objek pengamatan pada suatu wilayah. Contohnya survei yang ada di BPS seperti Susenas, Sakernas, SHKK, VHTS dan survei-survei lainnya. Sederhananya, sensus itu adalah populasi sedangkan survei adalah sampel. Pada sensus mendata semua orang atau objek, sedangkan survei hanya sebagian dari objek atau orang tersebut.
Jadi, kalau ada pertanyaan, “Mana yang lebih baik antara sensus atau survei, atau kapan bisa dilaksanakan sensus dan kapan pula bisa dilaksanakan survei?” Semua itu dapat terjawab sesuai dengan kebutuhannya dan kepentingannya.
Siapa bilang kalau tim BPS dihuni oleh orang-orang dari kalangan pemerintah saja? Ternyata, BPS membuka program yang bisa menjadi peluang pekerjaan bagi siapapun yang ingin memberikan hal terbaik buat bangsa ini. Program tersebut namanya mitra atau sobat BPS.
Ribet gak kalau kita mau daftar atau ikutan jadi Sobat BPS. Kamu bisa mendaftarkan diri dan membuat akun Sobat BPS. Caranya lumayan gampang kok. Kamu bisa melakukannya secara online dan mengikuti tahapan sebagai berikut:
Baca Juga: Bukan Cuma OOTD, Kaum Muda Juga Mesti Melek Investasi Jangka Pendek
Sampai di sini, menurut kamu pendataan dan survei yang dilakukan BPS perlu dan penting enggak sih? Kalau masih ragu, kamu bisa cek fakta yang satu ini.
Situs merdeka.com membuat kesimpulan atas data yang dikumpulkan oleh BPS. Kamu tahu enggak, kalau pada tahun 2021, uang yang dikeluarkan orang Indonesia untuk perjalanan pribadi rata-rata menghabiskan USD2.379 atau setara Rp35,62 juta?
Sementara orang Indonesia yang melakukan perjalanan bisnis, menghabiskan rata-rata USD2.538 atau sekitar Rp38 juta. Dalam survei tersebut, terlihat kalau pengeluaran untuk perjalanan bisnis cenderung lebih besar dibandingkan tujuan pribadi.
Ada lagi catatan yang menarik. Orang Indonesia yang melakukan perjalanan pribadi paling banyak adalah melakukan pengobatan di luar negeri yang jumlahnya mencapai USD6.873 atau setara Rp102,84 juta. Besar juga ya!
Jadi, pengeluaran umum yang dihabiskan orang Indonesia adalah sebagai berikut:
Survei ini dilakukan BPS pada 2021 melalui survei digital dari dari 506 orang yang melakukan perjalanan luar negeri di tahun tersebut. Dari semua responden yang terlibat, sebagian besar (63,75 persen) orang yang pergi keluar negeri tujuannya adalah liburan dan mengunjungi teman atau keluarga yang berada di luar negeri. Sisanya, sekitar 36,25 persen melakukan perjalanan bisnis.
Gimana, jadi menambah wawasan dan informasi kan? Dari data tersebut, kamu bisa mengukur dan mengalokasikan setiap pengeluaran menyesuaikan kebutuhan dan keinginan. Jangan lupa untuk mengatur keuangan supaya enggak gampang boncos ya, guys!